Setelah Sekian Lama, Sudahkah Kamu Memberi Kesempatan Kedua pada Mimpimu? Cerita Eka Panuntun & "Slow Loving"

Lucu ya, kadang hidup bisa bikin kita lupa sama hal-hal yang bikin kita hidup. Lupa sama hal-hal yang dulu begitu kita impikan, hal-hal yang bikin hati kita selalu bersemangat. Seiring bertambahnya usia, kita jadi mengesampingkan hal-hal tersebut, kita sibuk mengikuti arus, mengejar ini itu, sampai akhirnya lupa, kalau intusisi terdalam kita perlahan terabaikan. Saya ingat betul, sejak kecil, ada satu mimpi yang selalu berbisik di relung hati saya, yaitu menjadi seorang musisi. Sebuah peran yang sangat ingin saya mainkan dalam skenario indah Tuhan. Tapi, seperti kebanyakan orang, hidup kadang membawa kita ke arah yang lain.
Setelah kuliah, saya mengubur mimpi itu dalam-dalam. Fokus pada pekerjaan, tanggung jawab, dan rutinitas layaknya orang dewasa pada umumnya. Saya kira, ini memang jalan hidup yang harus saya lalui. Menjadi realistis di tengah dinamika kehidupan. Namun perlahan, ada sesuatu yang terasa hilang. Seperti ada yang kurang dalam peran yang saya mainkan. Sampai akhirnya, di usia yang mendekati kepala tiga ini, saya kembali mengingat semuanya, mungkin mimpi itu tidak pernah benar-benar mati. Ia hanya menunggu, diam-diam, hingga kita punya cukup keberanian untuk mencoba lagi. Menunggu kita berani memberi kesempatan kedua pada apa yang benar-benar membuat kita merasa hidup.
Perjalanan untuk kembali bermusik bukanlah perkara mudah bagi saya, terlebih di tengah padatnya pekerjaan yang menuntut waktu dan fokus penuh. Namun justru dari kesibukan itulah tumbuh kembali dorongan dan semangat untuk tetap bermusik, seolah ada bagian dari diri saya yang enggan padam begitu saja. Saya mencintai pekerjaan saya, namun saya juga membutuhkan ruang untuk menyalurkan sisi kreatif saya, dan ruang itu saya temukan di musik.
Dari proses itulah saya belajar satu hal sederhana, bahwa hal-hal berharga dalam hidup tidak tumbuh dengan tergesa-gesa. Baik dalam berkarya maupun dalam cinta, kedalaman selalu lahir dari proses panjang yang penuh kesabaran. Bukan yang meledak-ledak, melainkan yang matang, tenang, dan sadar. Dari kesadaran itulah lahir sebuah filosofi yang saya sebut “Slow Loving”.
Hidup itu semestinya bukan tentang terburu-buru, bukan pula tentang mengejar kesempurnaan instan. Ia adalah tentang memberi waktu bagi sesuatu yang tulus untuk bertumbuh dengan alami. Di tengah perkembangan arus dunia yang serba cepat, saya ingin “Slow Loving” bisa hadir sebagai sebuah jeda, jika “Slow Living” mengajarkan kita untuk melambat dalam hidup, “Slow Loving” mengajarkan kita untuk melambat dalam mencinta, menikmati tiap proses, memahami setiap luka, dan bertumbuh bersama tanpa tergesa-gesa.
Menulis lagu itu menurut saya adalah sebuah proses yang melelahkan tapi juga ajaib. Ada momen ketika ide itu tiba-tiba datang, seakan semesta ingin kita menangkapnya dan menuangkannya dalam melodi dan tulisan. Seolah-olah semuanya sudah dicocokkan, tapi tak jarang juga melodi dan maknanya ternyata berbenturan. Di balik itu, ada banyak sekali pergulatan batin. Hari-hari di mana setiap lirik terasa salah, setiap progresi akor terasa membosankan, dan keraguan membanjiri hati kita. Kadang, kita harus membiarkan hal-hal “buruk” mengalir keluar, seperti keran yang kotor, sebelum air bersih mulai mengalir. Saya belajar bahwa frustrasi itu proses yang normal. Itu adalah salah satu bagian yang harus kita lalui untuk menemukan keajaiban. Yang terpenting adalah tidak menyerah, terus menulis, terus melangkah, bahkan jika tulisan yang sebelumnya terasa tidak cukup baik atau tidak berarti apa-apa bagi siapa pun kecuali diri kita.
Selama proses inilah, “Slow Loving” menemukan bentuknya. Sebuah filosofi untuk memeluk ketidaksempurnaan, merayakan perjalanan, dan menghargai setiap tetes emosi yang tertuang. Dan dari fase-fase yang penuh perenungan, perjuangan, serta kesabaran ini, semoga terlahir sebuah karya yang bernapas dari ketulusan.
Pada tanggal 28 November mendatang, lagu pembuka dari mini album saya akan dirilis. Judulnya, “Hey Kamu”. Ini bukan sekadar lagu, melainkan sebuah pembuka, sebuah gerbang menuju mini album pertama saya, “Slow Loving”. Dengarkan dengan perlahan, biarkan melodi dan liriknya menemani hari-hari kalian, semoga bisa membangkitkan perasaan dan harapan akan koneksi yang murni.
Emang gimana musiknya Mas? Bayangkan pop akustik yang hangat, dipadu sentuhan soft-soul dan folk minimalis, menyerupai obrolan akrab di sore atau pagi hari dengan seseorang yang benar-benar memahami kita. Produksinya memang sengaja saya buat minimalis, karena lagu ini dirancang bukan untuk mengejar viralitas sesaat, melainkan untuk menetap, meresap, dan menemani di hati pendengar.
Mini album “Slow Loving” ini sendiri adalah sebuah narasi utuh tentang perjalanan seseorang dalam mencintai, khususnya di usia ketika kita mulai mengerti arti pendewasaan. Dari “Hey Kamu” sebagai awal perkenalan, lalu ada “Satelit” yang mengulas jarak dalam hubungan, “Tumbuh Terpisah” mengajarkan cinta yang memilih jarak demi kebaikan, “Sorry” sebagai pengakuan tulus atas kesalahan, hingga “Savanna” yang menjadi simbol pendewasaan. Setiap lagu adalah babak yang menuntun pendengar melewati emosi yang mungkin tidak lagi meledak-ledak, tapi justru lebih dalam, lebih manusiawi, dan lebih jujur apa adanya.
“Slow Loving” ini lahir lewat sebuah perenungan, dari rasa bahagia pertemuan, kerapuhan kehilangan, hingga kebijaksanaan untuk menerima. Ini adalah cara manusia dewasa semestinya memaknai arti kasih di zaman yang serba cepat ini. Saya tidak berharap banyak, hanya ingin berbagi energi dan cerita lewat sebuah pilihan musik yang mungkin bisa jadi teman perjalanan kawan-kawan sekalian. Terutama bagi kita yang mungkin sedang menata ulang makna cinta, hubungan, dan pertumbuhan diri. Kita yang mulai menyadari bahwa cinta itu bukan hanya soal perasaan intens, tapi sebuah perjalanan spiritual yang lebih dalam.
Sekali lagi, jangan lupa 28 November nanti, saya mengundang kawan-kawan sekalian. Luangkan waktu sejenak. Dengarkanlah ‘Hey Kamu’ dari Eka Panuntun. Biarkan musik ini jadi teman berproses. Siapa tahu, di antara dentingan melodi dan rangkaian kata, kawan-kawan juga bisa menemukan kembali semangat yang pernah hilang, dan punya keberanian untuk mencoba lagi, dengan segala ketulusan dan keberanian yang kita miliki.
Baca juga :









