Kenapa, “yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin”?
Renungan Ringan Tengah Malam Eps - 02
Dalam ranah ekonomi global, kita sering kali disajikan dengan narasi yang cukup menyakitkan: di mana orang-orang kaya semakin kaya sementara orang miskin terus menerus merasakan kesulitan. Fenomena ini tidak hanya sekadar pepatah, melainkan cerminan dari sistem ekonomi kapitalis yang menguasai banyak negara, termasuk negeri ini.
Sistem ekonomi kapitalis menekankan kekuatan modal sebagai kunci dominasi ekonomi. Di mana orang-orang dengan modal yang cukup memiliki keuntungan untuk mengeksploitasi pasar bebas demi memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tanpa campur tangan pemerintah yang berlebihan, dan sering kali tanpa mempertimbangkan dampak sosial atau lingkungan yang mungkin ditimbulkan. Sistem ini pertama kali diperkenalkan secara komprehensif melalui buku "The Wealth of Nations" karya Adam Smith pada tahun 1776.
“Setiap orang — saya, kalian dan semuanya — selalu didorong oleh kepentingan pribadi atau self interest dan ketika kita ingin memenuhi kepentingan pribadi tersebut tanpa sengaja kita akan memenuhi kepentingan orang lain.” — Adam Smith
Kita ambil contoh seseorang atau para pengusaha dengan modal yang kuat dapat membangun sebuah bisnis di daerah. Bisnis ini bisa jadi hanya berupa minimarket, sebuah toserba yang menjual segala macam kebutuhan sehari-hari. Tapi menariknya, bukan sebuah kebetulan juga kalau orang-orang seperti mereka dapat mendirikan puluhan bahkan ratusan minimarket sekaligus, didukung dengan infrastruktur yang modern, sistem manajemen yang berkualitas, bersih, lengkap dengan karyawan dan dagangan yang selalu siap untuk dibeli orang.
Apalagi memanfaatkan skala ekonomi dan jaringan perusahaan yang luas, tentu saja harga dagangannya bisa ditekan semaksimal mungkin, yang artinya lebih banyak keuntungan bisa didapatkan. Orang seperti mereka paham pegangan dalam berdagang, yaitu tidak berharap membangun usaha dengan mendapatkan untung yang cepat, tetapi menekan ego mereka sesaat agar produksi penjualan bisa melaju tanpa henti dengan menetapkan harga yang sesuai kantong masyarakat dimana pembeli tidak merasa tercekik bila mengeluarkan uang di dompet.
Lalu pertanyaanya, bukankah sebuah bisnis retail itu butuh yang namanya target penjualan? Kalau tidak mencapai target terus gimana? Itulah beruntungnya mereka. Ada yang namanya subsidi silang, satu atau dua toko sepi itu bukan masalah buat mereka, bukankah masih ada keuntungan dari puluhan toko lainnya?
Lalu pertanyaanya, bukankah sebuah bisnis retail itu butuh yang namanya target penjualan? Kalau tidak mencapai target terus gimana? Itulah beruntungnya mereka. Ada yang namanya subsidi silang, satu atau dua toko sepi itu bukan masalah buat mereka, bukankah masih ada keuntungan dari puluhan toko lainnya?
Sebenarnya para pengusaha ini juga paham, jika toko yang mereka dirikan pasti akan mematikan usaha kecil tradisional yang selama ini menghidupi jutaan orang di daerah terutama di pedesaan. Namun begitulah pasar bebas, yang terpenting adalah uang dan cuan. Keuntungan di atas segalanya.
Namun, penting untuk diingat bahwa sistem kapitalis juga membawa dampak positif, seperti pembukaan lapangan kerja dan kemajuan ekonomi. Jaringan usaha minimarket ini bisa membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Tapi pernahkah kalian bertanya pada para pekerjanya yang mungkin hanya menerima gaji UMR dan jarang mendapatkan bonus lembur? Apalagi katanya ada juga drama tombok-menombok di balik layar bila ada selisih penjualan.
Tidak dapat dipungkiri kalo saya bahkan mungkin kalian juga, pasti sudah menjadi pelanggan tetap jaringan usaha tersebut. Apalagi dengan segala fasilitas dan kemudahan yang diberikannya. Dan gak salah juga, ha wong lingkarannya memang sudah terbangun sejak lama.
Pesan dari saya, terkadang ketika kita butuh sesuatu, tak ada salahnya mampir juga ke warung-warung kecil di sekitar kita. Barangkali mungkin memang ada selisih harga, tapi dengan kita tetap membeli di warung-warung kecil tersebut. Setidaknya kita bisa ikut membantu mereka untuk terus menyambung hidupnya.
Kita ambil contoh yang lain, yaitu pengusaha yang bisa mendapatkan hak guna lahan ribuan hektar kawasan. Di mana mereka sudah diberikan kebebasan sebesar-besarnya untuk bisa memanfaatkan kawasan tersebut sesuai dengan kepentingannya. Kebanyakan pengusaha ini akan menanam kelapa sawit, karet dan berbagai hasil hutan lainnya.
Tapi pekerjanya lagi-lagi, dengan beban pekerjaan yang cukup berat hingga lembur yang barangkali tidak bisa jika tidak mereka lakukan. Mereka akan tetap dibayar sesuai "aturan" yang sudah diteken oleh pemerintah. Di negeri ini selisih gaji pegawai di perusahaan sungguh sangat menarik jika diperhatikan. Jika di Spanyol ada koperasi dengan 80 ribu orang pekerja punya gaji tertinggi maksimal hanya 6 kali lipat gaji terendah para pekerjanya, namun di sini para petinggi BUMN atau berbagai perusahaan bisa mendapatkan gaji ratusan bahkan ribuan kali lipat gaji terendah para pekerjanya.
Bukan hanya itu, di negeri ini para pemilik modal sering kali mendapatkan proyek dan peluang bisnis yang menguntungkan karena hubungan dekat dengan penguasa. Hubungan ini tentu saja sering kali tidak hanya bersifat personal, tetapi juga melibatkan pertukaran imbalan. Praktik ini seringkali terjadi, di mana penguasa memberikan akses kepada pengusaha untuk proyek besar dengan imbalan uang atau keuntungan yang jauh lebih besar. Bahkan kasus-kasus suap yang diungkap oleh KPK kemungkinan hanya mencerminkan sebagian kecil dari kolusi antara para pengusaha dan penguasa di negeri ini.
Fenomena ini adalah hasil dari sistem kapitalis di mana pemilik modal selalu ingin menghasilkan keuntungan lebih besar dan menggunakan kekayaannya untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar lagi melalui relasi dengan penguasa yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan.
Bagi orang miskin yang tidak memiliki modal atau uang untuk memuluskan jalan mereka, mimpi untuk meraih kesuksesan dalam sistem kapitalisme seringkali hanya tinggal mimpi. Mungkin cuma ada satu diantara ribuan orang yang bisa merubah nasib melalui kerja keras dan usahanya.
Namun sisanya? Ya, kebanyakan hanya bisa terima nasib, sambat sana-sini, jadi korban pemilu, gali lubang tutup lubang dan biasanya jadi sasaran empuk para penipu.
Ngerinya sistem kapitalis ini adalah memungkinkan kepemilikan pribadi tanpa batas, sehingga sistem ini bisa memfasilitasi orang yg terobsesi untuk mencari keuntungan semata, tanpa memperhatikan nasib orang lain. Tantangan utama dalam sistem ini adalah bagaimana cara mengatasi ketimpangan yang dihasilkannya. Jadi jangan kaget kalo ketimpangan di negeri ini memang cukup tinggi.
Bukankah faktanya di negeri ini memang ada konglomerat yang jumlah hartanya saja sama dengan gabungan harta milik 100 juta penduduknya? Bukankah di sosmed kita juga masih sering mendengar banyak cerita tentang orang-orang yang kelaparan, anak-anak putus sekolah demi menghidupi keluarganya di berbagai daerah? Tapi di sisi lain istri-istri pejabat pamer tas mereka yang harganya mungkin ratusan juta bahkan sampai miliaran?
Kapitalisme tetap menjadi bahan pembicaraan yang menarik hingga saat ini, menggugah pikiran untuk terus berpikir tentang bagaimana menciptakan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Negara lain maupun negara kita menyadari bahwa tidak ada sistem perekonomian yang sempurna dan setiap negara pasti berusaha menyeimbangkan keadaan ekonomi di negaranya masing-masing. Sebagai individu, kita dapat berkontribusi untuk mendorong kebijakan publik yang lebih progresif dalam melindungi hak-hak masyarakat luas, kita juga dapat berperan dengan mendukung usaha kecil dan menengah di sekitar kita, serta kesadaran kolektif untuk memilih produk yang berkelanjutan hingga layanan yang mendukung keadilan sosial dan ekonomi. Setidaknya dengan langkah-langkah sederhana ini, kita dapat menjadi bagian dari solusi untuk mengatasi ketimpangan ekonomi yang ada dalam sistem kapitalis.
Saya harap kawan-kawan mendapatkan manfaat dari artikel ini. Ilmu pengetahuan itu bisa diperoleh dari manapun, namun yang terpenting ialah menyelaraskan ilmu pengetahuan yang kita peroleh dengan sebuah tindakan.
Disclaimer:
Renungan ini tentu saja hanya pandangan pribadi semata. Dan saya berharap bisa menjadi bahan renungan kita bersama. Tidak ada niat hati untuk menyalahkan, menyudutkan atau menyebarkan kebencian pada pihak mana pun. Maka dari itu saya meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam tulisan saya ada salah kata, kekurangan dan mungkin kalimat yang dapat menyinggung. Hal tersebut murni karena keterbataan saya sebagai manusia.
Thanks.
Baca juga :
#BelajarBerkaryaBerbagi
Kenapa, “yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin”?
Reviewed by Eka Bagus Panuntun
on
Rabu, Maret 27, 2024
Rating: 5