Apakah Kelas Menengah Sedang Menuju Keruntuhan?
Renungan Ringan Tengah Malam Eps - 03
Gara-gara kebanyakan baca berita, belakangan ini saya jadi resah. Yang terlintas di kepala cuma, "Hah? Lah? Kok gitu sih? Terus resah kenapa?"
Ini soal Kelas Menengah. Masa depannya gimana ya?
Abad-21 dikenal sebagai era keterbukaan dan globalisasi, di mana kehidupan manusia mengalami perubahan besar dan berbeda secara fundamental dari abad-abad sebelumnya. Pandangan mengenai pembagian kelas di masyarakat juga mulai berkembang tergantung pada penekanannya terhadap kriteria politik, ekonomi, sosial, atau budaya.
Beberapa tahun ke depan, kita mungkin akan menyaksikan perubahan besar dalam struktur sosial global. Kelas Menengah, yang selama ini dianggap sebagai penopang utama perekonomian nasional, yang kurang lebih jumlahnya seperlima dari total jumlah penduduk negeri ini, kemungkinan besar berada di ambang keruntuhan.
Apa yang sebenarnya sedang terjadi?
Fenomena ini tidak hanya terjadi di satu negara atau benua, melainkan secara global. Kelas menengah yang selama ini dikenal vokal, sering merasa tahu segalanya, dan mungkin sedikit naif, kini menghadapi ancaman nyata untuk turun kelas menjadi kelas bawah. Sebaliknya, hanya segelintir dari mereka yang mungkin terangkat sebagai contoh semu ke kelas atas.
Kelas menengah ini nasibnya nanggung, tidak cukup kaya untuk menikmati hartanya, tapi juga tidak cukup miskin untuk memperoleh bantuan, atau sekadar keringanan dalam membayar pajaknya. Belum lagi gaya hidup, haus eksistensi, budaya gengsi, hingga jebakan hutang kental sekali di kelompok masyarakat yang satu ini.
Di banyak negara, kelas menengah dikenal sebagai penggerak perubahan menuju masyarakat yang lebih baik, modern, dan peduli lingkungan. Negara maju telah menikmati manfaat dari peran penting kelas menengah. Namun di negeri ini, keberadaan kelas menengah seperti itu masih diragukan. Kelas menengah disini masih sulit diharapkan untuk memimpin perubahan yang berarti.
Peran dan komitmen pemerintah untuk ikut andil dalam menentukan nasib kelas menengah ini sebenarnya sangat dibutuhkan. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa kelas menengah ini juga berperan penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.
Belakangan timeline saya juga dipenuhi dengan berita-berita yang kurang menyenangkan. Jika kawan-kawan cukup jeli, beberapa perubahan sudah mulai terjadi, dan mungkin saja hal ini akan mengakselerasi runtuhnya kelas menengah dalam senyap. Beberapa contoh mulai tampak jelas terjadi pada sektor kesehatan dan pendidikan.
Misalnya melalui penetapan KRIS (Kelas Rawat Inap Standar). Di mana pembagian kelas 1, 2, dan 3 akan dihapus dan digantikan dengan layanan standar yang seragam untuk semua orang.
Penyederhanaan ini tujuannya baik, agar semua orang mendapat pelayanan terbaik. Tapi bukankah kebijakan sebelumnya juga perlu dievaluasi terlebih dahulu? Karena realitanya, ternyata masih banyak problem di daerah. Salah satunya ada kelas menengah yang saya temui memilih untuk tidak melanjutkan tagihan BPJS karena memang mereka sudah tidak mampu membayarnya, dan lain sebagainya.
Misalnya lagi, kasus terkait tingginya biaya uang kuliah tunggal (UKT) dan IPI (Iuran Pengembangan Institusi) di beberapa universitas ternama. Harapannya sebenarnya sederhana, Kemendikbud bisa menyelidiki dan mengklarifikasi terkait dugaan kenaikan UKT yang tidak wajar tersebut. Bukannya malah menurunkan semangat belajar generasi muda kita dengan memberikan pernyataan kalau pendidikan di perguruan tinggi itu adalah kebutuhan tersier.
Generasi muda kita itu cuma butuh dipupuk semangatnya kok, dibangun harapannya, itu aja!
Apakah ini distopia? Mungkin, tapi ini adalah realita yang harus kita hadapi bersama.
Transformasi ini tampaknya tak terhindarkan. Pilihan untuk mempertahankan ‘status quo’ hampir tidak ada. Namun, kita masih memiliki pilihan dalam cara kita merespons perubahan ini. Mungkin menggunakan pesimisme kita sebagai energi dan motivasi untuk bergerak adalah salah satu cara untuk menghadapi buramnya masa depan.
Alih-alih terjebak dalam pesimisme, kita bisa menggunakan rasa pesimis ini sebagai sumber energi untuk memotivasi diri. Mengapa? Karena kesadaran akan kenyataan terkadang malah bisa menjadi dorongan yang kuat untuk mau bergerak dan beradaptasi.
Strategi untuk bertahan dan beradaptasi dengan perubahan:
- Pendidikan dan Keahlian Baru: Terus belajar dan kembangkan keterampilan baru yang relevan dengan perkembangan zaman. Generasi milenial dan Gen Z dikenal adaptif, manfaatkan itu untuk tetap relevan di pasar kerja.
- Jaringan Sosial: Bangun dan jaga hubungan yang kuat dengan komunitas dan jaringan sosial kita. Solidaritas dan dukungan sosial bisa menjadi penopang utama dalam menghadapi masa-masa sulit dan ketidakpastian.
- Kesehatan Mental dan Fisik: Jaga pola hidup, pola makan dan istirahatlah dengan baik agar tetap kuat menghadapi tantangan. Ini bukan hanya tentang fisik, tetapi juga mental. Praktikkan mindfulness, meditasi, atau olahraga untuk menjaga keseimbangan jasmani dan rohani kita.
Di masa sulit, solidaritas komunitas jadi kunci. Bekerja sama, saling support, dan berbagi sumber daya bisa membantu kita bertahan, bahkan berkembang. Generasi milenial dan Gen Z dikenal karena kemampuannya berorganisasi dan mendukung satu sama lain, jadi manfaatkan kekuatan ini.
Walaupun situasinya tampak suram, tetaplah optimis. Optimisme yang realistis berarti menerima kenyataan sambil tetap berusaha mencari solusi dan peluang di tengah krisis. Setiap krisis membawa peluang baru, dan dengan adaptasi yang tepat, kita bisa menemukan jalan menuju masa depan yang lebih baik.
Keruntuhan kelas menengah dan dekonstruksi sosial adalah realita yang harus kita hadapi bersama. Namun, dengan beradaptasi, menjaga solidaritas, dan membangun optimisme yang realistis, kita pasti bisa mengarungi masa sulit ini bersama-sama dan menemukan jalan menuju masa depan yang cerah itu.
Bagaimana pendapat kawan-kawan tentang keruntuhan kelas menengah ini? Apakah kawan-kawan punya strategi atau pandangan lain untuk menghadapi perubahan sosial ini? Adakah kritik dan saran untuk pemerintah?
Bagikan pemikiran kawan-kawan di kolom komentar dan mari berdiskusi untuk menemukan solusi bersama!
Saya harap kawan-kawan mendapatkan manfaat dari artikel ini. Ilmu pengetahuan itu bisa diperoleh dari manapun, namun yang terpenting ialah menyelaraskan ilmu pengetahuan yang kita peroleh dengan sebuah tindakan.
Disclaimer:
Renungan ini tentu saja hanya pandangan pribadi semata. Dan saya berharap bisa menjadi bahan renungan kita bersama. Tidak ada niat hati untuk menyalahkan, menyudutkan atau menyebarkan kebencian pada pihak mana pun. Maka dari itu saya meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam tulisan saya ada salah kata, kekurangan dan mungkin kalimat yang dapat menyinggung. Hal tersebut murni karena keterbataan saya sebagai manusia.
Thanks.
Tidak ada komentar: